Hampir 300.000 rakyat Prancis ambil bagian dalam aksi unjuk rasa menentang rencana kenaikan pajak bahan bakar. Aksi ini tersebar di seluruh Prancis: di Marseille, Toulouse, jalan-jalan tol Paris, di Normandy, Brittany dan wilayah lainnya. Secara total, setidaknya ada 2.000 unjuk rasa tercatat. Menteri Dalam Negeri Prancis melihat aksi pengunjuk rasa yang agresif, dimana terdapat perkelahian dan luka akibat senjata tajam.
Pada blokade di wilayah tenggara Savoei, seorang pengemudi panik saat para pengunjuk rasa mengelilingi mobilnya, sehingga ia menginjak gas dan menabrak seorang pengunjuk rasa wanita hingga tewas.
Polisi menyebut aksi ini ilegal, dalam sepekan 282 orang ditahan. Presiden Emmanuel Macron tetap pada pendiriannya meski ratingnya rendah.
Pada 2019, menurut rencana dari pemerintah, pajak pada bahan bakar solar akan naik 6,5%, untuk bensin - 2,9%. Ini adalah cara pemerintah melawan polusi udara.
Radio RFI mencatat bahwa selama setahun terakhir, harga bahan bakar telah naik sebesar 10-15%.
Bahan bakar solar, yang kini populer di negara tersebut, mengalami kenaikan harga hingga 24% sejauh ini. Kini, harga satu liter solar lebih dari €1,6. Harga rata-rata nasional untuk satu liter bensin SP-95 (setara dengan AI-95), bahan bakar solar diestimasi mencapai €1,48.
Perlu dicatat bahwa para pengunjuk rasa tidak memiliki satupun pusat koordinasi. Aksi ini dijalankan secara spontan, dan para pesertanya berkomunikasi melalui jejaring sosial. Oleh karena itu, sulit untuk mengetahui dimana dan berapa orang yang akan berkumpul, badan penegak hukum mengatakan. kondisi ini semakin menyulitkan pemerintah untuk mengendalikan situasi.
Media Prancis menyebut Priscilla Ludovski sebagai salah satu peserta utama "Rompi Kuning". Seorang pengusaha dari utara Prancis ini meminta pemerintah menurunkan harga bahan bakar. Permintaannya telah mendapatkan lebih dari 750.000 tanda tangan. "Anda tidak bisa meminta orang untuk berhenti menggunakan mobil mereka dan mengambil pinjaman untuk membeli mobil listrik keesokan harinya," tulisnya.
Akibat transformasi besar-besaran Macron, ratingnya semakin menurun. Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh YouGov untuk surat kabar Huffington Post, 21% warga Prancis menilai positif aktivitas dari kepala republik tersebut. Sikap negatif terhadap Macron tercatat sebanyak 60% responden. Angka ini merupakan yang tertinggi selama 1,5 tahun kepresidenannya.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN, Macron menjelaskan bahwa reformasi yang ia lakukan, meski tidak populer, namun sangat penting untuk negara: "Saya terpilih karena para pendahulu saya tidak dapat melaksanakan reformasi ini atau bahkan tidak mencoba melaksanakannya. Saya yakin bahwa pada akhirnya Prancis akan sadar mengenai pentingnya tindakan yang saat ini kita lakukan.”
Unjuk rasa di jalan bukan hanya ancaman bagi presiden Prancis. Selanjutnya akan ada pemilihan parlemen Eropa yang dijadwalkan pada Mei 2019. Prancis dapat menggunakan momen ini untuk kesempatan menyuarakan protes mereka terhadap langkah-langkah dari pemerintah. Akibatnya, partai ultra-kanan dapat meningkatkan jumlah perwakilan mereka di Parlemen Eropa pada pemilihan berikutnya yang dapat menghadang rencana-rencana Macron.