logo

FX.co ★ 5 komoditas yang paling terdampak oleh situasi geopolitik

5 komoditas yang paling terdampak oleh situasi geopolitik

Eskalasi ketegangan geopolitik di Eropa Barat yang disebabkan oleh krisis Ukraina dan diberlakukannya sanksi-sanksi baru terhadap Rusia menimbulkan kekhawatiran mengenai defisit persediaan komoditas. Menurut estimasi awal, kebijakan hukuman dalam bidang ekonomi yang diambil oleh AS dan negara-negara Barat dapat menghantam ekonomi Rusia. Mari lihat 5 komoditas teratas yang dapat menderita lebih dari yang lainnya.

5 komoditas yang paling terdampak oleh situasi geopolitik

Aluminium

Menurut data yang disediakan oleh Survei Geologi Amerika Serikat atau United States Geological Survey (USGS), pada 2021, produksi aluminium mencapai total 68 juta ton, dimana Rusia memproduksi 3,7 juta ton. Konflik antara Rusia dan Ukraina memicu kemerosotan dalam persediaan aluminium yang sudah rendah. Kini, Rusia adalah eksportir terbesar komoditas ini. Sejak awal 2022, harga aluminium melonjak hingga 15%, mendekati level tertinggi selama bertahun-tahun. Namun, itu belum batasnya. Christopher LaFemina, direktur pengelola di Jefferies menduga bahwa harga aluminium dapat jatuh di tengah risiko geopolitik yang lebih rendah, tapi kemudian, harga mungkin melonjak karena defisit yang telah berlangsung lama.

5 komoditas yang paling terdampak oleh situasi geopolitik

Minyak

Minyak adalah komoditas kedua yang dapat menghadapi permasalahan serius. Secara khusus, Rusia adalah negara penghasil minyak dan gas. Negara itu memproduksi sekitar 9 juta barel minyak setiap hari, sementara produksi minyak global mencapai total 96 juta barel sehari. Saat ini, minyak mentah Brent naik 20% pada skala tahunan untuk diperdagangkan di titik tertinggi 7 tahunnya. Pada waktu yang sama, bursa-bursa komoditas mengalami gangguan pasokan. Namun, pasar minyak global didukung oleh OPEC+. Sejak pertengahan 2021, para produsen minyak sepakat menaikkan produksi 400.000 barel sehari. Anehnya, kelompok itu gagal memenuhi kewajibannya. Para pakar berpendapat bahwa negara-negara OPEC+ telah mendorong produksi minyak hanya 135.000 barel sehari, 748.000 barel lebih rendah dari yang diharapkan. Sedangkan untuk Rusia, pada Januari 2022, negara itu mengekstraksi 85.000 barel sehari lebih dari yang direncanakan. Faktanya, negara itu seharusnya sudah memproduksi 100.000 barel sehari. Oleh karena itu, para analis mengharapkan harga minyak menyentuh $120 per barel.

5 komoditas yang paling terdampak oleh situasi geopolitik

Gas Alam

Para pakar juga prihatin mengenai fakta bahwa gas alam cair terapresiasi di seluruh dunia. Kini, Rusia adalah produsen gas alam utama di dunia. Pada 2021, negara itu mengektraksi 639 miliar meter kubik gas yang mencapai sekitar 17% produksi gas dunia. Pada 2022, harga gas Eropa mencapai rekor tertinggi baru dan terus naik. Eskalasi konflik Rusia-Ukraina juga semakin mendorong harga lebih tinggi. Sebagian politisi Barat menduga bahwa Rusia menggunakan gas alam sebagai alat untuk mempengaruhi konflik politik terhadap Ukraina. Jika Rusia menghentikan pasokan gas ke Eropa, maka para produsen AS akan menggantikannya. Ini, dalam gilirannya, dapat mendorong permintaan untuk gas alam, dan dengan demikian menguras cadangan domestik. Estimasi terbaru mengungkapkan bahwa setiap tahun, permintaan global untuk gas mencapai titik tertinggi baru di tengah konsumsi yang besar di China dan negara-negara kawasan Asia Pasifik. Sebagian besar permintaan gas global dipenuhi oleh ekspor gas alam cair AS yang lebih besar. Sebagian pakar percaya bahwa situasi akan tetap tidak berubah dalam waktu dekat.

5 komoditas yang paling terdampak oleh situasi geopolitik

Tembaga

Data dari United States Geological Survey menunjukkan bahwa pada 2021, Rusia memproduksi 920.000 ton tembaga yang mencapai sekitar 3,5% produksi global. Negara Asia dan Eropa adalah konsumen utama tembaga Rusia. Sebagian pakar memperkirakan bahwa pada 2022, harga tembaga dapat melonjak ke level tertinggi sepanjang masa karena beberapa negara berencana untuk beralih ke penambangan tembaga nol emisi. Saat ini, harga tembaga mengalahkan rekor tertinggi berkat permintaan tinggi di negara-negara maju. Kenyataannya logam ini digunakan secara luas di kendaraan listik, pembangkit listrik angin, dan panel surya. Terlebih, para ahli telah melaporkan defisit pasokan. Selain itu, sanksi terhadap Rusia kemungkinan akan menyebabkan kemerosotan persediaan tembaga. Sebagian besar spesialis menduga bahwa tembaga akan menjadi sangat populer dalam waktu dekat dan dapat dianggap sebagai "minyak yang baru". Opini tersebut dapat dijelaskan oleh penyebaran pesat mobil-mobil listrik, yang menggunakan bahan baku tembaga empat kali lebih banyak dari mobil dengan mesin bensin. Dengan demikian, Asosiasi Tembaga Internasional memprediksi ledakan produksi mobil listrik dapat mendorong permintaan untuk tembaga menjadi 1,74 juta ton pada 2027. Namun, pada 2030, pasar dapat menghadapi defisit pasokan (sekitar 8,2 juta ton) dan kenaikan pesat harga tembaga.

5 komoditas yang paling terdampak oleh situasi geopolitik

Kobalt

Kobalt menutup daftar 5 komoditas teratas yang paling terdampak konflik geopolitik. Menurut Survei Geologi AS, pada 2021, Rusia mengekstraksi 7.600 ton kobalt, yaitu sekitar 4% dari produksi global. Tahun lalu, negara itu menjual 5.000 ton. Khususnya, negara-negara Eropa adalah konsumen utama bahan baku ini. Pada 2021, harga logam ini meroket hingga 90%. Namun, pada 2022, harganya kemungkinan akan stabil di tengah gangguan pasokan. Penurunan yang diharapkan kemungkinan akan mempengaruhi produsen mobil listrik, seperti Tesla Inc dan beberapa perusahaan China yang menggunakan baterai lithium besi fosfat. Estimasi awal menunjukkan bahwa tahun ini, harga kobalt dapat turun 8,3% karena tidak ada gangguan pasokan. Oleh karena itu, sanksi terhadap Rusia kemungkinan tidak akan mempengaruhi harga logam ini.

Buka daftar artikel Buka akun trading