Euro dan pound kemarin melemah akibat penurunan permintaan terhadap aset-aset berisiko. Belakangan ini, para trader menutup posisinya di tengah peningkatan kekhawatiran terhadap kebijakan moneter, terutama saat ini ketika inflasi AS tinggi dan suku bunga rendah. Negara-negara G7 juga mempertimbangkan perubahan tingkat pajak perusahaan, yang, setelah disetujui, tentunya akan mengguncang pasar.
Para menteri keuangan akan bertemu pada hari Jumat untuk membahas kemungkinan kenaikan pajak. "Kami sedang dalam tahap akhir untuk mencapai kesepakatan," ungkap Menteri Keuangan Jerman, Olaf Scholz.
Baru minggu ini, Presiden AS Joe Biden mengusulkan untuk mengubah pajak minimum menjadi 15%, sedangkan untuk perusahaan AS yang beroperasi di luar negeri, tarif akan dinaikkan menjadi 21%. Negara-negara Eropa mendukung proposisi ini, tetapi bersikeras bahwa perusahaan teknologi besar harus membayar lebih banyak pajak di negara tempat mereka beroperasi.
Terkait dengan kebijakan moneter, bank sentral dengan hati-hati memantau situasi tersebut karena ekonomi yang terlalu panas akan menjadi masalah sangat besar, belum lagi meniadakan semua upaya yang telah dilakukan untuk menjaga negara tetap bertahan. Dan berdasarkan data terbaru, negara-negara G7 telah mengumpulkan rekor utang senilai $ 7 triliun. Dana tersebut digunakan untuk memerangi pandemi dan menjaga perekonomian dalam kondisi yang baik. Sebagian besar utang dipegang oleh bank sentral, yang secara agresif mengejar pembelian obligasi. Dengan pertimbangan hal ini, pejabat Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa sudah membahas bagaimana mereka dapat mengurangi pembelian obligasi, sambil mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Para analis mengatakan masalah terbesarnya adalah bahwa pasar bergantung pada bank sentral, yang tidak baik, karena pelonggaran kuantitatif jangka panjang berdampak merugikan. Faktanya, Fed sudah mengatakan neraca saldonnya akan sangat besar untuk waktu yang lama. Misalnya, akan mencapai $9 triliun pada tahun 2023, yang setara dengan 39% dari PDB AS. Dan dalam berbagai skenario, indikator tersebut akan tetap seperti itu hingga 2030. Jika itu terjadi, permintaan dolar akan runtuh dengan sangat kuat, sementara permintaan aset berisiko akan melonjak.
Di sisi lain, Prancis kemarin merilis sejumlah laporan, salah satunya adalah data sentimen konsumen. Menurut catatan, indikator tersebut melonjak menjadi 97 poin padabulan Mei, seperti yang diperkirakan para analis.
Kembali ke euro, sebagian besar bergantung pada level 1.2180 karena penembusan ke atasnya akan memicu lompatan yang lebih besar menuju level 1.2220 dan 1.2265. Sementara itu, penurunan ke bawah level tersebut akan menyebabkan keruntuhan ke level 1.2125.
NZD
Seperti yang diperkirakan, Reserve Bank of New Zealand mempertahankan suku bunganya di 0,25% dan pembelian obligasinya sebesar NZ$100 miliar.
Mereka juga mengatakan harga komoditas tumbuh di tengah meningkatnya permintaan global, tetapi perbedaan aktivitas ekonomi, baik di dalam maupun antar negara tetap signifikan. Pertumbuhan ekonomi juga akan bergantung pada apakah negara tersebut berhasil menahan COVID-19. Untuk prospek ekonomi jangka pendek, data yang akan datang diperkirakan akan jauh lebih baik daripada perkiraan sebelumnya.
NZD/USD akan banyak bergantung pada level 0.7310 karena penembusan ke atasnya akan kembali menghasilkan lonjakan ke 0.7420 dan 0.7560. Sementara itu, penurunan ke bawah level tersebut akan menyebabkan keruntuhan ke 0.7155.