Iran mengatakan memiliki rencana untuk menggandakan produksi minyak pada tahun depan setelah Joe Biden duduk sebagai presiden AS yang baru dan setelah AS mengurangi sanksi.
Menteri Perminyakan Iran, Bijan Namdar Zangeneh, dikabarkan telah mengumumkan niat pemerintah Iran untuk memompa 4.5 juta bph kondensat minyak dan gas (bentuk cair gas alam) pada tahun depan, mulai 21 Maret.
Selain itu, Iran akan meningkatkan ekspor minyak menjdai 2.3 juta barel per hari jika AS melonggarkan sanksi pada sektor energi.
Ekspor yang diproyeksikan diharapkan untuk dapat menutupi 25% dari anggaran Iran untuk tahun fiskal berikutnya, sebuah tanda bahwa pemerintah Iran sedang berusaha untuk mengurangi ketergantungannya terhadap pendapatan minyak.
Dan sejak Presiden AS, Donald Trump, membatalkan kesepakatan nuklis dengan Iran pada 2018 serta memperketat sanksi, produksi minyak di negara itu hampir turun setengah nilai sebelumnya menjadi 1.9 juta barel per hari.
Juga, menurut data yang dihimpun Bloomberg, nilai ekspor turun menjadi 133.000 barel per hari, dimana hampir semua pengiriman masuk ke Cina.
Namun, tambahan ekspor dari Iran akan menimbulkan masalah bagi OPEC +, yang sedang berusaha menahan produksi minyak untuk menjaga harga agar tetap bertahan.
Meskipun Iran merupakan salah satu anggota koalisi, kartel telah membebaskannya dari pemotongan produksi karena sanksi dan kesulitan ekonomi.
Presiden terpilih, Joe Biden, yang nantinya akan dilantik pada 20 Januari, telah menegaskan bahwa dia ingin mengembalikan Amerika Serikat ke perjanjian yang dibuat ketika dia menjadi wakil presiden Barack Obama.
Akan tetapi beberapa pedagang masih ragu bahwa As akan mentolerir peningkatan ekspor Iran, terutama pada saat permintaan minyak dibatasi oleh pembatasan perjalanan.
"Saya tidak percaya kita akan melihat banyak minyak dari Iran di pasar pada 2021," menurut Mike Muller, kepala Vitol Asia yang merupakan rumah perdagangan minyak independen terbesar di dunia.