Pada tanggal 2 April, Donald Trump memberikan pukulan lain pada perdagangan global, dengan meluncurkan tarif baru yang terbukti lebih keras dari yang diperkirakan. Tarif dasar sebesar 10% telah berlaku untuk semua eksportir ke Amerika Serikat, lebih dari 60 negara menghadapi lonjakan. Dampak terbesar jatuh pada Tiongkok, dengan tambahan 34% pada tarif yang ada, sehingga beban tarif ekspor Tiongkok menjadi 50% hingga 65%. Namun beberapa negara bahkan terkena dampak yang lebih keras. Berikut ini adalah tinjauan lebih dekat pada negara-negara yang menghadapi hukuman paling berat
Lesotho
Kerajaan kecil di Afrika bagian selatan ini kini menghadapi tarif sebesar 50%, tertinggi di antara semua negara yang terdampak kebijakan tarif baru AS. Ekonomi Lesotho sangat bergantung pada ekspor tekstil ke Amerika Serikat, yang mencapai nilai $240 juta pada tahun 2024, hampir seluruhnya dari pengiriman ke pasar AS. Kenaikan tarif ini secara efektif menghapus keuntungan dari African Growth and Opportunity Act (AGOA), yang sebelumnya memberikan akses preferensial ke pasar AS. Lesotho kini menghadapi risiko lonjakan pengangguran, penurunan output industri, dan berkurangnya penerimaan devisa.
Kamboja
Bagi Kamboja, ekonomi yang sangat bergantung pada ekspor, tarif sebesar 49% merupakan ancaman serius. Amerika Serikat adalah mitra dagang terbesarnya, menyerap sekitar 38% dari total ekspor Kamboja. Pada tahun 2024, nilai ekspor Kamboja ke AS mencapai $9,9 miliar, sebagian besar terdiri dari pakaian jadi, alas kaki, dan barang perjalanan. Lonjakan tarif secara tiba-tiba ini mengancam profitabilitas sektor manufaktur lokal, menggoyahkan sektor padat karya, dan dapat menghambat arus devisa dari ekspor. Di tengah lemahnya permintaan domestik, tekanan baru ini dapat memperlambat momentum pertumbuhan ekonomi.
Laos
Laos, negara termiskin di Asia Tenggara, kini dikenakan tarif sebesar 48%, menjadi ancaman nyata bagi sektor ekspor padat karya. Produk utama Laos ke AS mencakup tekstil, kayu, dan hasil pertanian. Dengan tingkat pendapatan yang sangat rendah dan kapasitas ekonomi domestik yang terbatas, Laos diperkirakan akan kesulitan mengkompensasi kerugian. Tarif baru ini berisiko menutup pabrik-pabrik, mengurangi penerimaan ekspor, dan memperparah kemiskinan, terlebih dengan berkurangnya bantuan dari AS dan meningkatnya pengaruh Tiongkok di kawasan.
Madagaskar
Madagaskar, negara kepulauan di lepas pantai tenggara Afrika, kini menghadapi tarif sebesar 47%, memberikan tekanan berat pada sektor ekspor utama seperti tekstil, vanili, dan sumber daya mineral. Pada 2023, nilai ekspor Madagaskar ke AS menurun menjadi $669 juta, dan tarif baru ini diperkirakan akan mempercepat tren penurunan tersebut. Hampir setengah dari ekspor Madagaskar sebelumnya bermanfaat dari AGOA, namun kenaikan tarif ini menghapuskan keunggulan tersebut. Negara ini kini menghadapi tekanan besar terhadap cadangan devisa, kenaikan angka pengangguran, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Vietnam
Tarif 46% terhadap ekspor Vietnam merupakan tantangan besar bagi salah satu ekonomi paling dinamis di Asia Tenggara. Kebijakan ini menargetkan kategori ekspor utama Vietnam seperti manufaktur ringan, elektronik, dan furnitur, sebagian besar ditujukan untuk pasar AS. Pada 3 April, Perdana Menteri Pham Minh Chinh mengadakan pertemuan darurat dengan anggota kabinet untuk merumuskan strategi kebijakan guna merundingkan ulang syarat tarif. Sebelumnya, Hanoi telah menurunkan tarif untuk produk asal AS, tetapi langkah goodwill tersebut tidak cukup untuk melindungi Vietnam dari kebijakan perdagangan agresif Washington.