USD/JPY dalam kondisi bahaya

Trader USD/JPY merasa gugup. Bank of Japan akan meringkas hasil rapat kebijakan moneter 2 hari pada Rabu. Kini setiap kejutan apa dari BOJ dapat berdampak signifikan.

Rapat kebijakan moneter bank sentral Jepang menjadi acara puncak minggu ini di pasar mata uang, yang dimulai pada hari Selasa.

Dengan meningkatnya tekanan inflasi di Jepang dan kekacauan yang terjadi di pasar obligasi lokal, banyak investor yakin BOJ dapat mengumumkan perubahan kebijakan besar minggu ini, seperti yang terjadi bulan lalu.

Ingat, BOJ mempererat kebijakan Yield Curve Control (YCC) pada bulan Desember, yang menyebabkan yen naik tajam terhadap dolar. Sejak saat itu, pasangan ini turun lebih dari 6% dan prospek masa depannya suram.

Investor dengan jelas melihat bahwa BOJ berada dalam masalah besar. Keputusannya untuk memperluas kisaran toleransi imbal hasil obligasi 10 tahun ditentukan oleh keinginan untuk meningkatkan fungsi pasar, karena pasar obligasi menghadapi masalah likuiditas. Tetapi tindakan tersebut memperburuk situasi.

Dengan mengubah YCC, BOJ memicu spekulasi pasar atas kemungkinan penyerahannya. Hal ini akhirnya memicu aksi jual besar-besaran Obligasi Pemerintah Jepang (JGB) 10 tahun, yang mendorong kenaikan imbal hasilnya.

Sejak minggu lalu, bank sentral berusaha sebaik mungkin untuk menjaga indeks dalam batas baru dengan melakukan operasi darurat harian untuk membeli JGB. Namun imbal hasil JGB 10 tahun masih tumbuh di atas plafon yang ditetapkan.

Itu yang membuat investor berpikir bahwa BOJ akan terpaksa untuk lebih meningkatkan kisaran fluktuasi imbal hasil obligasi jangka panjang yang diizinkan dari target 0% pada rapat Januari.

Jika BOJ kembali membuat keputusan seperti itu, ini akan menjadi katalis yang bagus untuk yen. Dalam jangka pendek, USD/JPY berisiko jatuh ke bawah level terendah 7 bulan di 127,22.

Perkembangan skenario radikal menjadi ancaman yang lebih besar bagi pasangan ini, yang menyiratkan kebijakan YCC BOJ sepenuhnya diabaikan. Jika bank sentral memutuskan untuk membakar semua jembatan, USD/JPY akan terus terjun bebas.

"Imbal hasil JGB 10-tahun bisa naik setinggi 1% jika BOJ mengabaikan kontrol kurva imbal hasil minggu ini," menurut estimasi ahli strategi Daiwa Securities, Eiichiro Tani. Ini berdampak negatif pada pergerakan USD/JPY.

Menurut analis di Goldman Sachs, koreksi YCC berikutnya akan membantu yen menguat terhadap dolar lebih dari 3%, ke level 125, dan pengabaian YCC akan mempercepat kenaikan mata uang Jepang.

Ingat, para analis bank AS bahkan tidak mempertimbangkan skenario terakhir. Kebanyakan analis Goldman Sachs mengharapkan BOJ mempertahankan YCC dengan kemungkinan penyesuaian lebih lanjut untuk meningkatkan keberlanjutannya.

Analis keuangan Barbara Rockefeller memiliki pendapat yang sama. Dia percaya bahwa kita seharusnya tidak mengharapkan BOJ mengambil tindakan impulsif dalam bentuk meninggalkan YCC atau perubahan tajam arah moneter.

"Membiarkan pergerakan besar dari 25 bp menjadi 1% dalam waktu kurang dari sebulan terlalu liar untuk bank sentral mana pun, apalagi BoJ yang tenang. Jadi, pengabaian hampir pasti mustahil, tetapi itu tidak berarti pasar tidak akan mengharapkannya dan menguji harga, memaksa bank untuk membeli lebih banyak obligasi. Kami memperkirakan banyak kekeliruan informasi," ujar Rockefeller.

Menurut ekonom ING, pasangan USD/JPY bisa turun tajam jelang hasil rapat BOJ. Mereka menduga USD/JPY dapat diperdagangkan turun ke 126.50 sebelum hari Rabu.

Terkait dinamika aset dolar-yen setelah kesimpulan hasil rapat BOJ, semuanya bergantung pada reaksi pasar terhadap retorika pejabat Jepang. Jika dianggap hawkish, maka kuotasi akan jatuh, seperti yang saya sebutkan sebelumnya.

Jika bank sentral tetap setia pada prinsip dovishnya, dalam jangka pendek, pasangan ini mungkin terus pulih dari level terendah baru-baru ini. Skenario ini diikuti oleh semua ekonom yang baru-baru ini disurvei oleh Bloomberg.

Para pakar memperkirakan BOJ menahan diri untuk melakukan perubahan pada rapat bulan Januari. Namun pekuang kesalahannya cukup tinggi, karena bulan lalu tak satu pun dari 47 ekonom yang disurvei Bloomberg mampu memprediksi perubahan YCC.