Euro tidak dapat mengikuti Dolar AS yang kuat

Pelaku pasar sedang menunggu laporan inflasi utama AS. Rilis data hari ini akan menentukan lintasan harga Dolar AS dan mengakhiri tarik ulur pasarnya dengan Euro.

Para ekonom memperkirakan inflasi akan melemah ke angka 8,7% di Juli YoY dari 9,1% di bulan sebelumnya.

Awal pekan ini, banyak analis menyatakan bahwa USD bisa menurun tajam, jika inflasi turun. Penurunan inflasi akan meningkatkan kekhawatiran tentang kemungkinan Fed memperlambat siklus kenaikan suku bunganya.

Namun, beberapa percaya reaksi seperti itu akan berumur pendek. Morgan Stanley memprediksi USD hanya akan meningkat di masa depan.

Para ekonom memperkirakan data inflasi hari ini akan memicu rally Dolar AS baru, mengutip perkiraan data CPI inti.

Harga barang dan jasa di luar makanan dan energi diperkirakan naik hingga 6,1% pada bulan Juli dari 5,9% pada bulan Juni.

Ini berarti inflasi di AS belum mencapai puncaknya, dan Fed tidak akan melonggarkan kebijakan moneternya.

Menurut The Morgan Stanley, pasar meremehkan kekakuan inflasi di AS, serta tekad Fed dalam mengatasinya.

Fed akan mengambil beberapa kenaikan 75 bps untuk membawa inflasi kembali ke level target 2% sesegera mungkin.

Kemarin, James Bullard, presiden Fed Reserve Bank of St. Louis, menyatakan bahwa suku bunga harus dinaikkan hingga 4% pada akhir tahun.

Saat ini, suku bunga berada di kisaran 2,25-2,5%, menunjukkan bahwa Federal Reserve kemungkinan akan mempertahankan langkah pengetatannya tidak berubah pada pertemuan berikutnya.

Spekulasi baru tentang kenaikan 75 bps pada bulan September yang disebabkan oleh pernyataan Bullard telah memberikan dukungan signifikan terhadap Dolar AS pada Rabu pagi.

EUR/USD menghadapi resistance kuat di 1,0220, meskipun meningkatnya risiko penurunan tekanan inflasi menjelang rilis data IHK.

Jika laporan hari ini tidak memenuhi ekspektasi dan inflasi meningkat, Dolar AS bisa meroket.

Dalam situasi ini, EUR/USD bisa jatuh di bawah paritas ke 0,9700, The Morgan Stanley memprediksi.

Para ahli mencatat bahwa mata uang Eropa tidak memiliki faktor yang dapat mendorongnya naik, tidak seperti Dolar AS. Euro berada dalam posisi yang semakin genting karena situasi di kawasan ini terus memburuk.

Sama seperti AS, Uni Eropa berjuang melawan rekor inflasi yang tinggi dengan menaikkan suku bunga. Uni Eropa juga menghadapi resesi, mirip dengan AS.

Namun, situasi Uni Eropa lebih mengerikan karena krisis energi yang terus meningkat.

Meningkatnya risiko shutdown pasokan gas alam di negara-negara Uni Eropa memperburuk prospek Euro.