Segalanya berbalik: USD terdepresiasi terhadap JPY

Pekan ini, pasar valuta asing menyaksikan suatu hal yang benar-benar tidak biasa. Yen yang sampai baru-baru ini disebut sebagai outsider utama di antara pasangan mata uang utama tiba-tiba melaju terhadap dolar AS.

Pasangan USD/JPY berbalik ke bawah pada hari Rabu ketika Fed AS mengumumkan siklus kenaikan suku bunga lainnya. Pada rapat bulan Juli, regulator AS itu mengangkat suku bunga hingga 75 basis poin untuk kedua kali berturut-turut.

Sebenarnya, sikap hawkish bank sentral seperti itu seharusnya mendorong greenback lebih tinggi. Namun, justru hal sebaliknya terjadi. Tampaknya petunjuk yang dikeluarkan oleh Jerome Powell mengenai suku bunga mendekati level netral adalah faktor yang membatasi USD.

Pernyataan ini adalah sinyal yang lama dinantikan untuk pasar bahwa Fed mungkin segera memperlambat laju pengetatan moneter. Setelah kata-kata ini, dolar AS terdepresiasi di seluruh bursa tapi kerugian terbesar tercatat melawan yen.

Kemarin, greenback berhasil pulih tipis (indeks dolar AS bergerak naik 0,03%) tapi bukan terhadap yen.

Pada hari Kamis, USD/JPY melanjutkan penurunannya dan merosot 1,74% ke level terendah 6 pekan. Ini adalah penurunan paling curam pasangan ini sejak Maret 2020.

USD mempercepat laju penurunan pada perilisan data PDB di AS. Indikator itu datang lebih buruk dari ekspektasi dan menimbulkan pertanyaan mengenai arah kebijakan Fed yang agresif selanjutnya.

Menurut estimasi awal Departemen Perdagangan AS, ekonomi AS menyusut 0,9% per tahun pada kuartal kedua 2022 setelah turun 1,6% dalam tiga bulan pertama tahun ini.

Diyakini bahwa kontraksi pertumbuhan ekonomi untuk enam bulan berturut-turut adalah tanda akan adanya resesi teknis. Namun, para pengambil kebijakan AS terus menghindari istilah ini dan mengklaim bahwa resesi belum dimulai.

Sementara itu, para pejabat Bank of England khawatir mengenai penurunan potensial di AS dan UE di tengah pengetatan kebijakan moneter. Karena Jepang sangat bergantung pada permintaan global, resesi global memberikan ancaman serius pada ekonominya yang telah dipengaruhi oleh dampak dari krisis COVID-19.

Berbeda dengan ekonomi AS dan Eropa, ekonomi Jepang saat ini berada di bawah level pra pandemi dan mungkin akan tetap di sana sepanjang tahun ini seperti yang ditunjukkan oleh estimasi terbaru.

Jadi, tidaklah mengejutkan bahwa pada rapatnya pada bulan Juli, Bank of Japan menyerukan untuk mempertahankan langkah-langkah stimulus dan mengkonfirmasi arahnya untuk menjaga suku bunga pada level minimum.

Sebagai referensi, difergensi kebijakan moneter bank-bank sentral sangat mendukung dolar pada tahun ini. Karena lebarnya celah antara imbal hasil obligasi 10 tahun pemerintah AS dan Jepang selama 2 bulan terakhir, dolar AS terus naik melawan yen dan menyentuh rekor tertinggi baru.

Namun, rapat Fed terbaru mengangkat keraguan mengenai kebijakan bank sentral selanjutnya. Terhadap latar belakang ini, imbal hasil Treasury 10 tahun merosot dari 3,5% ke 2,6%.

Dengan ini, celahnya menyempit, sehingga membatalkan momentum kenaikan pasangan dolar/yen.

Greenback telah mengalami penurunan melawan yen selama sesi ketiga secara beruntun. Sekarang, greenback turun dari level tertinggi yang dicapai pada pertengahan Juli hampir 5%.

Saat ini, USD/JPY diperdagangkan di bawah moving average 50 hari di sekitar 134,28 yang juga berperan sebagai level support kunci. Menurut analis Bloomberg, ini membuka jalan lebih jauh ke 130.

Namun, waktu yang akan menunjukkan apakah tren kenaikan yen saat ini dapat berkembang menjadi rally yang kuat yang menggelincirkan short favorit dunia FX.

Perubahan dalam suku bunga sangat bergantung pada data makroekonomi. Akan ada banyak perilisan penting menjelang simposium ekonomi tahunan Fed pada bulan Agustus yang dapat mempengaruhi retorika bank sentral AS.

Bahkan dengan sedikit petunjuk mengenai simposium di Jackson Hole mengenai kenaikan suku bunga yang akan berakhir akan mengirimkan pukulan keras pada dolar AS.