Umat Muslim di Indonesia Dilarang Gunakana Mata Uang Kripto

Menurut Majelis Ulama Indonesia, umat Muslim dilarang menggunakan aset kripto sebagai mata uang.

Majelis Ulama Indonesia, atau MUI, melarang penggunaan mata uang kripto karena mengandung elemen ketidakpastian, pertaruhan, dan haram. Namun, Asrorun Ni'am Sholeh, Ketua Majelis Ulama Bidang Fatwa, pada hari Kamis setelah dengar pendapat ahli mengatakan mata uang kripto diperbolehkan untuk diperdagangkan sebagai komoditas atau aset digital jika sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah dan menunjukkan manfaat yang jelas.

MUI memiliki wewenang untuk menegakkan hukum Syariah di negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia ini, dan Kementerian Keuangan dan Bank Sentral merekomendasikannya terkait keuangan Islam.

Pemerintah sendiri mendukung aset kripto, mengizinkannya diperdagangkan bersama futures komoditas sebagai opsi investasi dan bersikeras menciptakan bursa berorientasi kripto pada akhir tahun ini. Indonesia tidak mengizinkan penggunaan aset mata uang kripto sebagai mata uang, karena mata uang yang berlaku di negara ini hanya rupiah.

Meskipun keputusan MUI tidak berarti bahwa trading semua mata uang kripto di Indonesia akan dihentikan, keputusan tersebut dapat menghalangi umat Islam untuk berinvestasi dalam aset tersebut dan memaksa institusi lokal untuk mempertimbangkan kembali masalah penerbitan aset kripto. Bank Indonesia sedang mempertimbangkan mata uang digital Bank Sentral, tetapi belum mengumumkan keputusan.

Transaksi kripto di Indonesia berjumlah 370 triliun rupiah ($26 miliar) dalam lima bulan pertama tahun ini, menjadi bagian dari pasar global yang mencapai $3 triliun.

Posisi pemimpin agama di Indonesia mungkin berbeda dari negara-negara dengan mayoritas Muslim lainnya. Uni Emirate Arab mengizinkan trading mata uang kripto di Zona Bebas Dubai, sementara Bahrain mendukung aset-aset kripto sejak 2019.