EUR/USD. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China mungkin breakhir dalam konflik bersenjata

Ketika konflik dagang antara Amerika Serikat dan China berlanjut, di mana kedua pihak secara teratur menyatakan "kemajuan dalam negosiasi," semakin banyak batu sandungan muncul dalam negosiasi. Ingat bahwa pada awalnya, pada bulan-bulan pertama konflik, Donald Trump menuduh China melakukan serangkaian "kejahatan terhadap Amerika," di antaranya pencurian kekayaan intelektual dan kebijakan perdagangan yang tidak adil antar negara, setelah itu dirinya memperkenalkan bea pada sejumlah impor China. Mulai saat ini, serangkaian pengenalan bea oleh Kedua belah pihak dmulai. Perlu dicatat bahwa terus-menerus hingga saat ini, kedua pihak secara aktif berpartisipasi dalam proses negosiasi, tetapi mereka tidak dapat menyepakati apa pun. Kami mencatat bahwa putaran ke-13 negosiasi baru-baru ini berakhir dengan keberhasilan yang persis sama dengan sebelumnya, negosiasi ke-12. Kedua pihak jelas tidak ingin membuat konsesi, dengan masing-masing negara memiliki versi perang dagang sendiri, tidak ada satupun yang secara jelas menyiratkan kesimpulan cepat. China, jelas, tidak ingin menandatangani perjanjian yang bermanfaat bagi Amerika Serikat dan tidak menguntungkan bagi dirinya sendiri. China tidak ingin menentukan jumlah tertentu yang setiap tahunnya diambil dalam membeli produk pertanian di Amerika sebagai "tahap pertama" dari perjanjian, dan juga tidak takut memperlambat pertumbuhan ekonomi dan memperlambat pertumbuhan PDB. Dapat juga diasumsikan bahwa Beijing siap menunggu hingga November mendatang untuk kemungkinan pergantian presiden, karena justru karena perang dagang dengan China, Trump mungkin tidak akan terpilih kembali untuk masa jabatan kedua, percaya bahwa AS akan lebih mudah untuk setuju dengan presiden berikutnya. Amerika, yang, pada kenyataannya, memulai perang ini, tidak dapat mundur dan menerima syarat China, Trump lah yang perlu mengakhiri perang dagang sesegera mungkin untuk mendapatkan kembali popularitas di antara warganya, tetapi dirinya tidak dapat mengakhiri konflik ini tanpa kemenangan . Dengan demikian, Donald Trump secara aktif dan teratur melalui media menyatakan bahwa China yang membutuhkan kesepakatan perdagangan dengan Amerika dan bahwa Beijing perlu bergegas menyimpulkan kesepakatan, jika tidak, sanksi ekonomi baru dan bea akan diberlakukan terhadapnya.

Menyadari Beijing siap untuk menunggu dalam waktu yang cukup lama, dan mengambil keuntungan dari kekacauan di Hong Kong, Washington mulai memberikan tekanan baru pada China. Senat AS mengesahkan undang-undang tentang hak asasi manusia di Hong Kong, yang menyiratkan bahwa daerah tersebut mungkin kehilangan sejumlah besar preferensi dalam hubungan dengan Amerika jika kehilangan status otonomnya. Kerugian tidak hanya di atas kertas, tetapi di kehidupan nyata. Kisah itu dimulai dengan fakta bahwa China bermaksud mengeluarkan undang-undang tentang ekstradisi warga Hong Kong mana pun, yang, menurut pendapat Amerika Serikat, merupakan perampasan otonomi. Selain itu, Washington menentang penahanan oleh pihak China atas kerusuhan di Hong Kong, yang muncul karena undang-undang ekstradisi. China segera menuduh Amerika Serikat mencampuri kebijakan dalam negerinya dan menuntut Trump memveto keputusan Senat. Namun, pertama, keputusan Trump masih belum diketahui, dan kedua, bagi Amerika, situasi ini merupakan keuntungan baru dalam negosiasi dengan China. Yang tersisa kini adalah memahami apakah Beijing akan terus melawan dan konflik perdagangan akan terus berkobar atau apakah akan mulai memenuhi keinginan Trump.

Sementara itu, mantan Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger, mengatakan perang dagang dapat berakhir dalam pertempuran bersenjata global yang akan lebih buruk daripada Perang Dunia I. Menurut Kissinger, seratus tahun yang lalu, Inggris ingin menahan kekuatan Jerman yang terus tumbuh, tetapi kini Washington berusaha menahan pertumbuhan China. "Saat ini, kita dapat mengamati perjuangan peradaban Barat dan Timur, dan perang dagang hanyalah salah satu alat penangkal," kata Kissinger. Selain itu, mantan menteri luar negeri ini menambahkan bahwa, "seratus tahun yang lalu, senjata relatif lemah, tetapi kini penghancuran dan konsekuensi dari konflik dapat menjadi bencana besar, sehingga perang harus dihindari dengan cara apa pun."