Memperebutkan pound: 10 kandidat perdana menteri dan satu Brexit

Mata uang Inggris masih di bawah tekanan dari ketidakpastian politik. Memperlambat penurunannya, pound yang dipasangkan dengan dolar membeku dalam mengantisipasi rilis berita khususnya yang terkait dengan kandidat perdana menteri Inggris dan prospek untuk voting bulan Juni terkait rancangan kesepakatan Brexit.

Setelah pernyataan Theresa May yang bergema (namun telah diprediksi) mengenai pengunduran dirinya, situasi tidak juga stabil. Selain itu, berbagai macam kontradiksi menjadi semakin membingungkan, dengan mempertimbangkan pertarungan politik untuk jabatan perdana menteri. 10 kandidat dari partai konservatif telah menyatakan keinginannya untuk menduduki kursi pemerintahan Inggris dan banyak dari mereka yang merupakan politisi kelas berat. Dengan itu, meskipun Johnson memimpin masih ada intrik yang akan muncul. Tiap calon PM memiliki visinya masing-masing mengenai hubungan Inggris dengan Brussels selanjutnya, namun semuanya memiliki satu pemikiran: Brexit harus terjadi bagaimanapun caranya. Pernyataan dari beberapa kandidat (termasuk Johnson) membuat khawatir para trader, itulah mengapa pound tidak diminati. Bukan hanya saat dipasangkan dengan dolar namun di seluruh pasar (sebagai contoh, pada bulan Mei mata uang Inggris kehilangan lebih dari 300 poin).

Seperti yang telah saya katakan di atas, jabatan Perdana Menteri diminati oleh 10 politisi, yang semuanya (tanpa kecuali) memegang atau menduduki posisi publik. Baru kemarin, Menteri Dalam Negeri Inggris, Sajid Javid, dan Menteri Urusan Regional dan Pemerintah Daerah, Kit Malthouse, memasuki arena pemilihan. Sebelumnya, beberapa pejabat menyatakan keinginan mereka untuk menjadi penerus May termasuk Menteri Lingkungan Michael Gove, Menteri Kesehatan Matt Hancock, Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt, Mantan Menteri Luar Negeri Boris Johnson, mantan ketua parlemen House of Commons Andrea Leedsom, Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Keamanan Pensiun Esther McVey, Mantan Menteri Brexit Dominic Raab dan terakhir, Menteri Perkembangan Internasional Rory Stewart.

Boris Johnson dianggap sebagai kandidat favorit dalam pertarungan politik di dalam partai. Ia dikenal gigih memperjuangkan Brexit. Pekan lalu, ia menyatakan bahwa ia tidak mendukung gagasan referendum ulang dan tidak akan meminta Brussels untuk penundaan baru, dengan melihat perubahan politik di dalam negeri. Johnson menekankan bahwa "proses perceraian" yang epik akan berakhir pada 31 Oktober - bagaimanapun bentuknya. Meskipun ia secara pribadi lebih memilih untuk mencapai kesepakatan dengan Brussels. Terlepas dari niat yang sangat "cinta perdamaian" tersebut, mantan menteri luar negeri tersebut kemungkinan tidak akan mencapai kesepakatan apapun kepada Eropa, sementara pihak Eropa sebelumnya telah menyatakan penolakan mereka untuk merevisi persyaratan dalam perjanjian tersebut. Oleh karena itu, penunjukkan Johnson akan meningkatkan peluang "hard" Brexit dan skenario ini juga berlaku untuk Boris sendiri.

Menteri Lingkungan Michael Gove, salah satu pesaing kursi perdana menteri, adalah rekan kerja Johnson dan sebagian besar memiliki sikap yang sama, termasuk pada prospek untuk Brexit. Kandidat lainnya adalah mantan Menteri Tenaga Kerja dan Pensiun Esther McVey yang mengambil sikap yang keras terkait Brussels. McVey mengakui opsi menarik diri dari UE tanpa kesepakatan, "kecuali Eropa mencapai konsensi serius" (yang sulit terjadi). Bagaimanapun, ia pada tahun lalu keluar dari pemerintahan May setelah berselisih pendapat dengan May mengenai proses negosiasi dengan Uni Eropa. Mantan Menteri Brexit Dominic Raab siap untuk menarik diri dari UE tanpa perjanjian apapun. Ia juga meninggalkan kabinet Theresa May karena perselisihan dengan May terkait rezim perbatasan Irlandia.

Calon perdana menteri lainnya memiliki sikap yang lebih liberal terkait prospek Brexit. Sebagai contoh, Menteri Dalam Negeri Sajid Javid menyatakan pentingnya merampungkan kesepakatan dengan Brussels, dan Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt bahkan menganggap Hard Brexit akan menjadi "bunuh diri politik". Menteri untuk Perkembangan Internasional, Rory Stewart, berjanji akan mencapai kesepakatan dengan Brussels, dengan menyatakan bahwa ia akan meninggalkan jabatannya jika Boris Johnson terpilih, karena ia tidak sepakat dengan sikap Johnson. Menteri Kesehatan Matt Hancock juga sepakat akan membuat kesepakatan khusus dengan Brussels, yang mendorong "skenario Brexit yang lebih moderat." Menurutnya, kompromi diperlukan untuk menjalankan Brexit di parlemen.

Mantan ketua parlemen House of Commons Andrea Leeds meninggalkan jabatannya sebagai protes menentang gagasan May untuk mengadakan referendum kedua (atau yang lebih tepatnya, memberikan para anggota parlemen kesemapatan untuk mendukung ide ini). Pada waktu yang sama, ia adalah pendukung negosiasi lebih lanjut, terutama dalam parlemen, menjauh sejauh mungkin dari skenario Hard Brexit. Menteri Urusan Regional dan Pemerintahan Daerah, Keith Malthouse, mendukung perpanjangan waktu transisi untuk menegosiasikan "perjanjian alternatif" dengan Irlandia Utara.

Dengan itu, semua calon perdana menteri terbagi menjadi dua kubu. Sebagian mendukung Hard Brexit (atau lebih tepatnya mereka mendukung opsi ini), sementara yang lainnya mengambil posisi yang lebih lunak (liberal). Secara umum, terbaginya sikap calon perdana menteri tersebut mencerminkan perpecahan yang terjadi saat ini di dalam Partai Konservatif, karena para anggota partai juga tidak mencapai konsensus terkait jalan keluar dari kebuntuan ini. Meskipun Boris Johnson jelas memimpin, masih terlalu dini untuk berbicara mengenai kemenangannya. Kebijakan Inggris terkadang membawa kejutan-kejutan yang tidak terduga.